Peran Pemerintah dalam Menjaga Kebudayaan
Nurulita Indriani
28211221
3eb10
Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks
menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini
pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus
sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang
ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom
dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang
cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana
pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa
asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya.
Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak
dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa
minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat,
sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi
tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya
karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif
kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk
kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik
kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman
kebudayaan untuk menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan
yang tumbuh dan berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa
untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan
nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan kemudian
menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya
kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang
dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada
ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang
ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam
kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan
kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan konsep yang disebut sebagai
kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah politik kebudayaan
nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah suatu
konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern
dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya
yang beragam dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan
tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas
kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi,
dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang
melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga
suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah
dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan
adalah gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan
politik dan pendekatan kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local
yang ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran, dimana
kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan
nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru
tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia yang
sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia
yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui
dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah
masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai
mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang
coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat
yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik
tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan
oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai
kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD
1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak
kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus
didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh
kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme adalah
kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator
sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang
antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah
pada keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti
misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan
kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang
adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2
prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk
kebudayaan pada masa lampau.
Referensi :
http://etnobudaya.net/2009/07/24/keragaman-budaya-indonesia/